Tantangan Pendidikan Masa Kini dalam Perspektif Islam

Estimated read time 4 min read

Pendidikan dalam pandangan klasik dikatakan sebagai institusi yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama; menyiapkan generasi anak manusia agar kelak dapat memainkan peranan-peranan tertetu dalam masyarakat di masa datang. Kedua; mentransfer (memindahkan) pengetahuan, sikap dan kecakapan tertentu sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga; men-transfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyararakat dan peradaban. Pada butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa pendidikan bukan hanya transfer of knowledges, attitudes and skills tetapi juga sekaligus sebagai transfer of value.

Dalam perkembangan berikutnya, perluasan dari pengertian pendidikan sejalan dengan tuntutan masyarakat, maka lahir dua fungsi suplementasi yaitu melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat, dan sekaligus sebagai agen pembaharuan. Di sini terlihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan perubahan. Dengan kata lain, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya semakin menonjol, tetapi di sisi lain kurang mampu mengatasi masa depan secara akurat dan memadai. Kritik terhadap pendidikan pada umumnya bermula dari ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi pendidikan yang mengalami stagnasi sehingga tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Sebagaimana yang kita saksikan, bahwa fenomena yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah perubahan terus menerus yang banyak menimbulkan pergeseran kultur maupur struktur di tengah masyarakat. Usaha pembangunan yang terus menerus dipacu oleh pemerintah telah memberi nilai tersendiri bagi kemajuan bangsa setidaknya dalam bersaing dengan masyarakat global terutama di bidang budaya maupun pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi harus diakui adanya celah yang kurang kondusif bagi pengembangan sosial secara menyeluruh.

Akibat lain dari revolusi teknologi dan informasi tersebut adalah terjadinya revolusi sosial. Revolusi teknologi pada umumnya akan menempatkan negara-negara superpower pada kedudukan yang menguntungkan secara politis, ekonomis, dan kultural. Banyak negara-negara terbelakang akan memandang negara-negara Barat sebagai rujukan nilai, maka akan terjadi tidak saja ketergantungan politis dan ekonomis, tetapi juga kultural. Di sini nilai-nilai agama khusunya Islam akan banyak berbenturan dengan nilai-nilai Barat. Karena adanya ekses sampingan yang kurang menguntungkan dari teknologi tersebut, kini timbul kesadaran betapa pentingnya memperhatikan etika dalam pengembangan teknologi.

Berkaitan dengan berbagai problem sosial tersebut, maka perlu untuk direnungkan hal-hal berikut, bahwa pendidikan bukanlah sekadar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi sekaligus sebagai proses alih nilai-nilai kemanusiaan (transfer of human values), dengan tujuan menjadikan manusia yang bertakwa kepada kepada Allah. Inilah tujuan utama pendidikan.

Dalam konteks “makro pendidikan”, pendidikan tidak hanya semata-mata diarahkan pada penumbuhan dan pengembangan manusia yang secara filosofis lebih menekankan pada pencapaian secara material. Pendidikan bukan hanya diarahkan pada upaya pengayaan aspek mental spiritual dalam rangka mengejar tujuan normatif, melainkan juga diarahkan untuk tercapainya manusia yang sempurna secara etik maupun moral serta mempunyai kepekaan susila. Jika tidak demikian, pendidikan akan terjebak pada pola yang bercorak dualisme dikotomik. Sementara dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan rekayasa insaniyah yang berjalan secara sistematis yang dikembangkan dalam rangka keutuhan manusia, sesuai dengan potensi fitrahnya. Maka muatan pendidikan yang hanya mementingkan salah satu aspek dari keduanya tidak akan mengantarkan manusia pada corak personalitas yang utuh.

Dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa pendidikan hendaknya serba meliputi. Sebagaimana yang terungkap dalam QS. Luqman (31):1-34. Intinya, pendidikan hendaknya memberi penyadaran potensi fitrah keagamaan, menumbuhkan, mengelola dan membentuk wawasan (fitrah), akhlak serta tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam, menggerakkan dan menyadarkan manusia untuk senantiasa beramal shaleh dalam rangka beribadah kepada Allah.

Jika dirumuskan, maka proses pembentukan manusia seutuhnya akan diwujudkan melalui pendidikan yang berorientasi pada pengembangan sains, teknologi dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari belenggu kehidupan serta mendapatkan pemahaman hakiki tentang fenomena atau misteri di balik kehidupan nyata, guna memperoleh kebahagiaan yang abadi di sisi Allah. Itulah pendidikan yang bermakna secara horisontal sekaligus vertikal yang akan menghasilkan manusia berkualitas iman kepada Allah, komitmen dengan ilmu pengetahuan serta senantiasa beramal shaleh. Keseluruhan aspek yang tercakup dalam konfigurasi kesatuan iman. Ilmu dan amal shaleh merupakan takaran bagi pembentukan kerangka ideal manusia yang bertaqwa kepada Allah, cerdas, kreatif. Yakni manusia yang berdaya cipta, bercita rasa, berjiwa karsa. Di dalam dirinya terdapat keseimbangan dalam tiga aspek yaitu kognitif, efektif dan motorik yang diperlukan untuk memainkan peran pada zamannya. Itulah blue print manusia masa depan yang memiliki kualitas dzikir, fikir dan amal shaleh.

Writer Jurnalis Nuansa http://nuansa.nusaputra.ac.id

Artikel di kirim setiap hari dengan tampilan yang ditentukan berdasarkan kesepakatan pengurus blog www.nuansa.nusaputra.ac.id

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours