Kearifan Lokal dan Pelestarian Aksara Sunda

Estimated read time 3 min read

Aksara sunda merupakan salah satu unsur budaya yang harus dilestarikan, khususnya oleh masyarakat Jawa Barat, karena merupakan tulisan tradisional yang diciptakan oleh karya-karya ortografi Sunda sepanjang perjalanan dari abad yang lalu hingga sekarang. Seiring berkembangnya zaman, aksara sunda sudah mulai kurang dalam pemeliharaan untuk melestarian kesustraan sunda. Termasuk sebagian orang yang berada pada suku sunda itu sendiri.

Sebagai budaya kuno, Secara historis selama abad 16 budaya Sunda memiliki kekayaan warisan budaya berupa benda-benda tertulis, seperti prasasti, piagam dan sejumlah naskah kuno. Hal ini menjadi bukti adanya keterampilan menulis tradisional di kalangan masyarakat Sunda. Fakta ini juga menimbulkan kesadaran yang besar akan pentingnya nenek moyang orang Sunda dalam mengkomunikasikan informasi yang muncul dari ketajaman pikiran, gagasan, dan emosi dalam bentuk pikiran dan gagasan yang direkam melalui bahasa dan aksara mereka.

Aksara Sunda kuno berisi jenis dasar aksara Pallawa tingkat lanjut. Jenis huruf ini mirip dengan model aksara Tibet dan Punjabi (Band. Holle, 1877), dengan ciri tipografi karena pengaruh prasasti era Talmanugara, sebelum mencapai bentuk perubahan yang unik. Perubahan ini dapat dilihat seperti yang digunakan dalam prasasti dan manuskrip Sunda kuno yang terbuat dari palem dan bambu dari abad ke-14 hingga ke-18. Baik model aksara Kawarigal maupun Pakuan-Pajajaran yang digunakan dalam prasasti dan piagam Sunda dapat memberikan wawasan tentang model aksara Sunda yang paling awal dan paling kuno. Prasasti yang dimaksud adalah prasasti yang ditemukan di kompleks Kabuyutan Astanagede di kecamatan Kawali, Kabupaten Chiamis, yang dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskalawastu Kancana (1365-1478). Prasasti Batutulis Bogor (1533) dan Piagam Kebantenan Bekasi yang dibuat setelah pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521).

Namun tidak banyak masyarakat Sunda tau, bahwa berdasarkan Haksara Sasana Kreta atau aksara jawa, aksara sunda memiliki filosofi tersendiri. Dimana terdapat pada gambar berikut :

 

Pada gambar tersebut terdapat susunan kata :

  • Ha-Na-Ca-Ra-Ka, bermakna Buana Nyuncung bersifat abstrak, menerangkan alam atas untuk memaknai “Yang Maha Mutlak” atau disebut Pancer.
  • Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan “data” atau saatnya dipanggiltidak boleh “sawala” atau mengelak. Dalam hidup ini manusia harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
  • Ya-Nya-Ma-Ga-Ba-Nga, bermakna menyatunya Zat Pemberi Hidup (Khalik)dengan yang diberihidup (mahluk) untuk memaknai Alam Lahir atau Jagat Semesta. Berarti menerima segala yang diperimtahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Memahami filosofi Ha-Na-Ca-Ra-Ka berimplikasi sebagai sumber daya yang dapat memberikan kebutuhan dan menjadi panutan bagi keselamatan dan kesempurnaan hidup. Pengertian atau ajaran ini selalu mengandung unsur tersurat dan tersirat (Sast ra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu) Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dijelaskan sebagai pola hidup yang harus dijalani. Sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang konprehensif atas ajaran tersebut.

makin modern jaman anak-anak jarang yang paham bahasa sunda baik dari segi bahasa lisan atau tulisan. Cara untuk melestarikan aksara sunda bisa dengan berbagai macam masyarakat terlibat disitu sekarangkan komunitas pemuda bukan hanya olahraga, ada komunitas membaca, komunitas musik atau tari, seharusnya aksara Sunda juga mungkin ada komunitasnya dengan begitu akan lebih dikenal dan dilestarikan dengan adanya komunitas aksara sunda tersebut.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours