Korupsi Masih Menjadi Budaya Epik Di Kalangan Politisi

Estimated read time 5 min read

Written by Muhammad Yamin

Indonesia menjadi salah satu negara terkorup di dunia, bahkan menurut data Corruption Perception Index (CPI) tahun 2020 ini mencatat Indonesia berada pada rangking 102 dari 180 negara yang dilibatkan. Negara Indonesia mempunyai skor dan ranking yang sama dengan negara Gambia. Sedangkan di tingkat ASEAN Indonesia berada pada peringkat lima, di bawah Singapura dan Brunei Darussalam. Prestasi tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan melainkan harus diperbaiki, diberantas, hingga dihilangkan dari budaya yang mengakar di negeri ini.

Lantas apa sih korupsi itu sehingga banyak orang yang terbawa arus didalamnya?

Menurut Transparency Internasional “Korupsi atau Rasuah (Bahasa latin : Corruptio dari kata kerja corrumpereyang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah Tindakan penjabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam Tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.”

Jika dilihat dari pengertian tersebut tentu  praktek korupsi itu sudah jelas dan terang-terangan sekali menguntungkan satu pihak namundisisi lain merugikan banyak sekali pihak. Mirisnya praktek suap menyuap itu sudah lumrah terjadi dari mulai elit politik, pejabat publik, hingga orang-orang disekitar kita misalkan memberikan imbalan agar bisa masuk kampus favorite. Tidak tanggung-tanggung data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan selama periode semester satu 2020 ada sekitar 169 kasus korupsi dengan 23 kasus pengembangan, 23 kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi.

Belakangan ini publik digemparkan dengan OTT terhadap Jualiari Batubara Menteri Sosial yang terlibat dalam korupsi Bantuan Sosial (Bansos), serta Edhy Prabowo Menteri Kelautan Perikanan yang terlibat dalam korupsi Ekspor benih lobster. Minggu ini tepatnya Jumat malam, 26 Februari 2021 Gubernur Sulawesi Selatan tertangkap OTT dugaan korupsi. Seakan tidak ada habisnya kasus korupsi di negeri ini yang melibatkan para elit politis, mulai dari pejabat desa hingga Menteri sekali pun jika sudah dihadapkan dengan uang yang begitu besar jumlahnya bathinnya seakan hilang arah. Tidak tanggung-tanggung jumlah uang yang dikorupsi jumlahnya pantastis hingga puluhan miliyar. Hal tersebut yang senantiasa membuat negara ini diam di tempat.

 

 

Bayangkan saja Indonesia memiliki begitu banyak kekayaan alam yang melimpah dari Sabang hingga Merauke jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa dikorupsi oleh pihak berkepentingan sudah tentu Indonesia bisa menjadi macan di dunia. Sayangnya korupsi menjadi budaya baru sejak berakhirnya era orde baru. Budaya epic ini menghantui para pejabat yang memegang sebuah proyek negara. Miris rasanya Ketika saat ini pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia belum juga usai masih ada orang yang lebih mementingkan perutnya sendiri padahal sudah tercukupi, padahal saat ini ada jutaan orang yang menganggur karena Covid-19. Mereka kehilangan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya, seharusnya bantuan dari pemerintah sampai kepada tangan-tangan yang membutuhkan malah sampai pada tangan yang jahil.

Dan lucunya begitu terciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mereka masih bisa santai saja melambaikan tangan kepada masyarakat, seolah sudah hilang saja rasa malunya itu. Yang lebih mengkhawatirkannya lagi adalah ada Sebagian orang yang berencana untuk membuat peraturan yang justru melindungi para koruptor, melemahkan aparat penegak hukum hingga menyogok jaksa untuk meringankan hukumannya. Selain itu proses penegakan hukum terutama untuk para korupsi ini masih tidak setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Merugikan jutaan masyarakat tetapi hukumannya hanya denda sekian ratus juta dan kurungan beberapa tahun. Berbeda jauh dengan negeri luar salah satunya negeri tirai bamboo ada pejabat yang korupsi hukumannya adalah mati.

Ketika uang bisa membeli segalanya di negeri ini maka tidak heran korupsi akan terus dan selalu ada tanpa hukumannya yang setimpal dengan perbuatannya. Belum lagi di dalam penjara pun masih sempatnya korupsi dengan membeli fasilitas VIP penjara layaknya apartemen bintang lima dalam sebuah kamar penjara. Berbeda jauh rasanya dengan maling kecil yang dihakimi sedangkan mereka yang maling besar justru dilindungi. Benar kata Prof. Mahfud MD “Malaikat pun jika sudah diberikan kedudukan dan jabatan akan menjadi iblis di negeri ini apabila tidak kuat imannya.”

Lantas apa sih yang menjadi dorongan untuk melakukan korupsi?

Pertama, sistem dan nilai-nilai dari komunisme dan kapitalisme masih terus diwariskan meskipun PKI sudah tidak ada di negeri ini tetapi nilai-nilainya senantiasa ada. Seolah-olah uang adalah segalanya, dengan uang bisa membeli segalanya. Maka benar kata Prof. Said Saidi “Amerika takut dengan Rusia, China takut dengan Taiwan, Korea selatan takut dengan Korea Utara, Israel takut karena ia berada di tengah negara Arab, Indonesia Tuhan pun tidak ditakuti, itu sebabnya kita tidak pernah maju, berapa banyak pejabat yang bersumpah di atas Al-Quran atau Bible tetapi melakukan korupsi.”

Yang kedua adalah kurang  tegasnya UU dalam mengatasi para korupsi dan juga supremasi hukum yang memberatkan, maka tidak heran para koruptor mau korupsi puluhan milyar karena hukumannya jauh dari kata memberatkan, andaikan bisa membuat sebuah UU yang mengatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan korupsi tidak peduli besar ataupun kecilnya, apa jabatannya, maupun partai politiknya maka hukumannya adalah hukuman mati. Dengan begitu siapa lagi yang berani untuk korupsi di negeri ini karena sudah tentu akan merasa senggan dan takut untuk berlaku demikian.

Ketiga kurangnya kesadaran dari masing-masing pribadi bahwa sekecil apapun nilainya korupsi tetap saja korupsi, karena sebagai pemimpin atau pejabat yang senantiasa di dalam hatinya memegang nilai ketuhanan yang Maha Esa akan takut untuk melakukan korupsi, karena sekecil apapun perbuatan akan dipertanggung jawabkan baik itu dihadapan hukum manusia maupun hukum sang pencipta. Selain itu tentu saja perbuatan korupsi akan merendahkan harkat dan martabat dirinya, bahkan lebih rendah dari seekor hewan. Dan sudah tentu merusak nama baik keluarganya yang akan menjadi sebuah aib bagi orang-orang disekitarnya.

Maka sudah sepatutnya budaya epik korupsi di kalangan para politisi itu hilang, karena sejatinya budaya Indonesia adalah budaya ramah tamah yang peduli terhadap sesama. Untuk mewujudkan negara Indonesia yang maju dan berdikari jauhilah korupsi sekecil apapun nilainya atas nama kemanusian dan nilai-nilai yang berlandaskan ketuhanan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours