AYAM KAMPUS

Estimated read time 2 min read

“AYAM KAMPUS”. Istilah ini saya rasa tidak terdengar asing untuk setiap kalangan terlebih untuk para remaja. Menjadi mahasiswa aktifis, adalah suatu kebanggaan orangtua dan orang-orang disekitar kita, tapi dalam dinamika yang terjadi banyak juga mahsiswa yang apatis, hedonis, agamis. Bahkan ada juga yang mengatakan mahasiswa kupu-kupu(kuliah pulang-kuliah pulang), orang-orang seperti ini yang mungkin cenderung mendapat gelar ayam kampus, yang dalam kesehariannya dikampus cenderung untuk melihat jam agar cepat pulang dan entah apa yang ingin dia buat setelah pulang.

Orang sering mengatakan bahwa tidak baik bila kita dikatakan ayam kampus, namun tidak sedikit juga yang terlihat dengan jelas bahwa mereka bagian dari itu. Lucunya adalah ketika dalam sebuah perkumpulan mahasiswa, mereka membahas mahasiswi yang punya gelar tersebut. Sering kali kita mendiskusikan agama, sering juga kita memilah yang benar dan yang salah, namun sering juga kita terjerumus kedalam hal tersebut.

Saya rasa bahwa perlu adanya pendekatan karena sebagian besarnya juga mereka sampai bisa seperti itu, berangkat dari permasalahan-permasalaha internal yang mereka alami. Ada banyak sekali permasalahan internal, semisalnya : permasalahan ekonomi, permasalahan keluarga(broken homen), bahkan ada juga yang seperti itu karena merasa sakit hati ditinggal pasangan yang mereka kenal sebelumnya. Ini menjadi sangat sulit, karena orang juga memikirkan kesenangan dibandingkan dengan memilih untuk melakukan pendekatan. Mungkin ada pendekatan secara emosional(fisik) yang dilakukan, tetapi tidak banyak juga orang itu dapat mengontrol dirinya. Ini bisa juga dikatakan bahwa orang itu tidak ikhlas untuk membantu dan malah asik hingga akhirnya malah mencari kesenangan.

Entah pendekatan atau hal seperti apapun yang dilakukan, gelar seperti ini tidak akan hilang sekalipun tempat untuk menempuh pendidikannya adalah tempat yang bergengsi. Apa perlu upaya pemerintah untuk hal ini? Apa perlu untuk ditindak lanjuti bila kedapatan? Bagaimana kalau seandainya mereka juga sering mencari kesenangan untuk hal ini? Mungkin ini bisa sama-sama kita jawab, karena saya percaya bahwa setiap orang punya keinginan dan argumentnya masing-masing. Mungkin akan butuh waktu untuk betul-betul menghilangkan, namun kita bisa untuk perlahan-lahan mengurrangi.

Harapan saya dalam menulis artikel ini adalah mari kita sama-sama memperbaiki moral dan psikologi kita agar lebih baik dan dapat sembuh dari sakit mental yang ada dalam diri. Ini juga bukan semata-mata untuk menyinggung, namun lebih kepada menyadarkan dan jika seandainya ada yang merasa tersinggung itu artinya kemungkinan besar orang gtersebut termasuk salah satunya.

 

Penulis: Chico

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours