PELUKMU YANG KURINDUKAN ( Part #2 ) by Gisna Amaliah

Estimated read time 3 min read

    Hal yang paling aku sesali,dan bisa di bilang keterlaluan adalah, ketika ibu selesai memandikan ku, aku bergegas ke dalam rumah dan menghampiri bapak sambil berlari, dengan badan basah dan di tutupi handuk, aku berlari menuju bapak yang sedang terbaring di ruang tamu. Aku berniat ingin bermain denganmu pak dan mengagetkanmu, karena rasanya sudah lama aku tak bermain dengan mu. Aku yang masih polos dan tak tau apa yang terjadi, ketika aku sudah di dekat bapak, aku berdiri dan melihat bapak yang sedang terbaring istirahat. Entah apa yang aku pikirkan, tiba-tiba kakiku menginjak jidatmu, sontak bapak langsung terbangun, dan aku yang kaget sontak lari ke kamar untuk mencari ibu untuk mencari perlindungan, karena aku tahu bapak pasti akan memarahiku.

    Sayangnya, aku tidak melihat ibu dikamar, alhasil aku tertangkap oleh bapak dan dimarahi habis-habisan, ditambah cubitan bapak tepat sasaran lagi, sontak saja aku teriak dan nangis sekencang-kencangnya, ibu yang mendengar tangisanku langsung berlari menghampiriku, memastikan apa yang terjadi dengan ku. Ibu cemas takut aku jatuh atau terjadi hal-hal yang membuatku cedera. Ketika di depan pintu kamar, ibu hanya menatapku dengan perasaan heran, karena kebetulan bapak masih ada di depanku yang masih dengan omelan-omelannya yang membuatku semakin tak berhenti menangis. Akhirnya ibu bertanya kepada bapak, kenapa aku bisa sampai menangis, dan bapak menatap ibu dengan perasaan yang masih kesal denganku. Aku langsung berlari mendekati ibu, dan bapak menjelaskan apa yang sudah terjadi. Lalu ibu hanya bilang “sudah pak, namanya juga anak kecil toh”. Setelah ibu berkata seperti itu, lalu bapak pergi berlalu dari kamar itu, tanpa meninggalkan sepatah kata pun, hanya menghela nafas panjang mencoba menahan kesal.

    Selang beberapa minggu dari kejadian itu, kulihat sakit bapak semakin parah, sampai-sampai untuk buang air kecil saja harus dibopong oleh ibu dan nenekku. Aku yang semakin hari semakin kesepian dan tak tega melihat bapak dengan kondisi yang seperti itu. Meskipun Sudah berobat kemana-mana, tetap saja tidak ada perubahan.

    Sampai pada akhirnya, momen dimana suasana rumah penuh dengan tangis pilu. Aku yang waktu itu tengah tidur siang terbangun karena mendengar banyak tangisan di ruang tamu, yang paling jelas terdengar adalah tangisan ibu yang membuatku terbangun dan berjalan menuju ruang tamu. Dan benar saja, kulihat ibu sedang menangis sesenggukan, sambil menatap jasad bapak yang sudah dikafani, kulihat juga orang orang di sekitar tengah membacakan surat Yasin. Mataku langsung tertuju ke arah nenek, yang menatap anaknya yang sudah dikafani sambil menangis. Bapakku merupakan anak ke dua nenekku dari 5 bersaudara. Ibu yang sadar akan kehadiranku, langsung memelukku dengan air mata yang terus membasahi pipi ibu. Lalu aku duduk dipangkuan ibu dengan perasaan heran, yang ada di pikiranku saat itu adalah pertanyaan “ada apa ini? Kenapa banyak sekali orang dirumah ini??”. Saat itu aku hanya menatap jasad bapakku tanpa sepatah katapun, karena saat itu aku tidak tahu kalau dibalik kain kafan itu adalah bapak ,mungkin jika aku tau, aku pun pasti akan menangis kencang seperti ibu.

    Setelah di sholatkan, kemudian bapak di makamkan di dekat rumah, dan waktu itu aku di gendong oleh “Abah haji”, beliau merupakan saudara dari nenekku. Aku di gendong oleh beliau sampai ke pemakaman, dan kemudian di perlihatkan dari atas makam bapak ketika bapak sudah dimasukkan kedalam liang lahat, sambil Abah haji berbisik kepadaku “itu bapak nak”. Kemudian tukang-tukang yang mengurus pemakaman bapak, mulai menutupi liang lahat dengan tanah perlahan-lahan, hingga jasad bapak sudah tidak terlihat lagi dan tertutup rapi oleh tanah. Setelah pemakaman selesai dan do’a dilaksanakan, aku pun disuruh Abah haji untuk menyirami kuburan bapak dengan air do’a. Setelah itu, kami pun pulang dan meninggalkan bapak yang sudah tiada.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours